Pengalaman Menderita HIV Bagian 1
![]() |
source: pxhere |
Namun pada tahun
2008, ia mengambil cuti tahunan selama 10 hari. Waktu yang diharapkan menjadi
momen indah, terhalang karena kondisi yang kurang baik, karena flu/pilek dan
gangguan kulit yang cukup lama. Pada mulanya dianggap wajar saja, mengaggap hal
itu bisa dialami kebanyakan orang, dan barangkali karena perbedaaan iklim
antara lokasi kerja, dan tempat tinggal, serta faktor kelelahan karena
perjalanan jauh. Maka ia hanya memeriksa di puskesmas untuk penanganan flu, dan
gangguan kulit pada kaki, dengan harapan segera sembuh hanya dengan diminum
obat, dan mengolesinya salep kulit.
Beberapa hari
kemudian, gangguan kulit malah meluas ke kedua tangan. Pada saat itu Iwan tinggal
dengan kakaknya di Jakarta. Kedua orangtua, dan saudara tinggal di Semarang,
dan calon istrinya bekerja di luar kota Jakarta.
Pada saat
kakaknya seperti biasa di pagi hari berangkat kerja, Iwan sedang santai membaca
koran, dan mengenakan kaos singlet. Sang kakak menanyakan apakah Iwan sudah
periksa ke dokter. Dan berkata kenapa gatal-gatalnya bukannya berkurang malah
semakin meluas. Dan Iwan menjawab sudah memeriksanya, barangkali ini hanya
alergi. Namun kakaknya menyarankan untuk memeriksa ke dokter kulit.
Setelah
memeriksanya ke dokter spesialis kulit, tidak curiga mengarah ke HIV, dan hanya diberikan resep obat jalan untuk flu
dan gangguan kulit. Namun sampai obat yang diberikan habis, tidak ada perubahan
yang baik, dan malah mengalami penurunan berat badan hingga 4 KG. Dalam riwayat
kesehatannya, belum pernah mengalami berat badan sejauh itu. Ia mulai curiga,
kalau hal ini tidak wajar.
Karena khawatir,
ia bergegas memeriksa ke RS Puri Cinere ditemani kakaknya. Sampai saat itu ia
belum terfikir mengarah ke HIV.
“Mas Iwan sakit
apa? Kelihatannya cuma masuk angin dan gatal-gatal sedikit ya...?” Tanya
dokter.
“Iya dok, saya
memang tidak sakit parah, Cuma flu dan gatal-gatal di kulit tidak
sembuh-sembuh dok.” Kata Iwan.
“Baik, mungkin
karena kecapean ya Mas Iwan”
Setelah itu
dokter memeriksanya mulut, dan menempelkan stetoskop di dada Mas Iwan, dan melanjutkan,
“Mas Iwan nanti saya berikan resep untuk gatal kulit, dan flu-nya, tapi saya
sarankan juga untuk melakukan tes darah untuk memastikan penyakit yang diderita
Mas Iwan”
Setelah
pemeriksaan itu, Mas Iwab melalui pemeriksaan lain yang salah satunya pengambilan
sampel darah., dan hasilnya katanya akan didapat satu jam kemudian. Saat
menunggu Iwan sangat khawatir karena dalam rangkaian tes itu ada tes HIV. Ketika
tes sudah selesai, dokter meminta agar kakaknya yang datang ke ruangannya. Hal
itu membuatnya curiga.
Dari cerita kakak
Iwan, saat itu, dokter mengatakan, “Mohon Pak R..., dan Ibu D... sabar dan kuat
jika mengetahui hasil tes darah adik Anda.”
“Memangnya
bagaimana hasil tes darah adik saya dok?” Tanya kak D...
“Dari hasil tes
darah menunjukan bahwa adik Anda positif terinfeksi HIV.”
Kak R... awalnya
membantah karena adiknya hanya mengalami flu dan gangguan kulit, namun sang
dokter menjawab memang benar hal itu belum cukup bagi kita berfikir seorang
terinfeksi HIV, namun berat badan menurun itu perlu dicurigai. Iapun
mendambahkan kalau nilai CD4 yang menjadi pengukur sistem kekebalan tubuh
adiknya itu rendah, dan perlu penanganan medis segera. Dan salah satunya
dengan meminum ARV (Antiretroviral) yang harus diminum seumur hidup.
Saat kakak
laki-lakinya keluar, ia mengatakan, “Kamu kata dokter gak apa-apa. Tenang
saja...”
Namun Iwan menanyakan hasil laboratoriumnya, dan malah ditanggapi dengan kalimat yang sama
kalau hasilnya bagus. Dan Iwan mulai curiga, kenapa diskusinya lama sekali. Dan
kakaknya pun beralasan kalau tadi dokternya asli Jogja, jadi asik membicarakan
tentang Jogja.
Keesokan harinya
kedua kakaknya memberitahu kalau ada acara keluarga yang penting di Semarang,
dan adiknya harus ikut. Iwan curiga karena kakaknya merupakan seorang pekerja
keras dan memeiliki dedikasi tinggi terhadap pekerjaan, dan sangat sulit untuk
cuti, jadi tidak masuk akal cuti untuk acara keluarga.
Merekapun
berangat, dan setelah sampai di rumah, mamanya terlihat memandangi dengan sedih
sampai menagis, Hal itu membuat Iwan curiga dan bertanya kenapa menangis?
Mamanyapun hanya mengatakan tak apa-apa. Karena tidak tahan, Iwan bertanya pada
kakaknya sebenarnya apa yang terjadi di RS kemarin. Saat mendengar sendiri
kalau dirinya terinfeksi HIV, ia sangat syok. Sejauh yang diketahui, penyakit
itu mematikan, dan haram, dan belum ada obatnya. Ia berfikir, untuk apa ia hidup bila menderita.
Namun keluargnya
terus menyemangati Iwan. Keesoakan harinya, kedu kakanyapun berangkat lagi ke
Jakarta, dan kata mereka Iwan tak usah memikirkan pekerjaan, dan lebih baik
segera cek ke RS Kariadi untuk kepastiannya. Saat dites ulang, ternyata
hasilnya sama, postif HIV. Sejak itu ia mulai mengkonsusmi ARV, yang berguna
untuk menekan pertumbuhan virus, bukan membunuh virus.
Selama empat
tahun mengonsumsinya, iwan telah berganti-ganti paket ARV 3 kali. Selama
menjalanin pengobatan itu berbagai efek sampingpun dialami, seperti pusing,
mual, dan ingin muntah setiap kali makan, baru berberapa sendok makan sudah
muntah. Hingga memutuskan untuk mengganti paket ARV, dan efek samping
sebelumnya ternyata berkurang. Secara berkala dan teratur memeriksa ke RS untuk
mengetahui perkembangan kesehatan, dan ternyata nilai CD 4 naik, walau tidak
banyak. Tapi tak lama kemudian terkena Hepatitis, dan setelah menemui dokter,
dan tes laboratorium, akhirnya diputuskan untuk mengganti paket obat. Iapun
berfikir, bila hanya ada tiga jenis paket, lalu di paket ketiga habis, harus
minum apa lagi agar bisa sembuh?
Di tengah
kebimbangan itu, ia mendengar kabar kalau tunangannya hamil. Antara takut, dan
gembira. Kondisi fisik saat itu sangat lemah, kulit kuning pucat, mata dan kuku
juga kuning, air seni seperti teh, seperti ciri hepatitis akut. Sampai akhirnya
kesehatan semakin memburuk dan harus rawat inap di RS. Setiap hari meminum 4
tablet obat ARV, ditambah 6 tablet obat hepatitis, jadi semuannya 10 tablet.
Pada saat ia di RS, semua orang sibuk mempersiapkan hari pernikahan Iwan.
Dalam keadaan
sakit itu, di hari H, Iwan izin pulang untuk melangsungkan pernikahan, dan
setelah itu, ia kembali lagi ke rumah sakit. Mamanya mengatakan
kalau ada lowongan jadi guru SMP. Walaupun sakit, ia tetap saja seorang kepala
keluarga, apalagi istrinya sedang hamil jadi harus dipikirkan untuk menghidupi
keluarganya. Seminggu setelah memberikan lamaran pekerjaan, Iwan dipanggil
untuk melakukan tes, dan dinyatakan lolos. Dan setelah itu kembali ke RS lagi.
Dan ternyata setelah melului tes wawancara di hari berikutnya juga diterima.
Iwan mudah sekali menyesuaikan diri. Namun di saat mengajar, bibirnya mulai
membengkak, dan berdarah, meluas di semua area bibir, serta membusuk. Hal itu menarik perhatian murid-muridnya, hingga salah satu muridnya mengejek dengan bertanya, kenapa bibir Pak Guru bengkak, dan bau busuk seperti monster.
Ternyata
pembusukan itu semakin meluas ke kulit. Sehingga memutuskan untuk cuti selama
3 minggu. Namun setelah dipikir-pikir lulusan S1 Ekonomi malah jadi guru SMP,
ia memutuskan untuk kembali ke passionnya menjadi pengusaha. Ia tak memiliki
pengalaman berdagang sebelumnya, namun pengalaman pekerjaan sebelumnya di proyek
membuatnya memutuskan membuka toko bangunan. Dan dari penghasilan guru SMP
sebesar Rp. 700.000, sekarang dengan usaha ia memiliki pendapatan Rp. 30
juta/bulan.
Sekian Semoga
Bermanfaat. Semoga Menginspirasi tidak hanya yang postif, namun juga yang
negative HIV.
Daftar Pustaka:Sehat, dan Sukses dengan HIV-AIDS, karya DR dr Muchlis Achsan Udji Sofro SpPD KPTI-FINASIM, Stephanus Agung Sujatmoko, ST
Komentar
Posting Komentar
Terimakasih telah berkomentar :)